
Poster film Beauty and The Beast (2017). Sumber gambar: Filmaffinity
“Beauty and the Beast” salah satu film live-action yang diadaptasi dari kisah dongeng klasik, memberikan pengalaman sinematik yang penuh keindahan visual dan sentuhan nostalgia. Dalam pengambilan gambar dan efek visualnya, film ini benar-benar memukau dan menghidupkan kembali dunia magis yang kita kenal dari versi animasinya. Saya suka sekali pemilihan pemeran dalam film ini, karena sesuai dengan ekspektasi. Emma Watson sebagai Belle adalah pilihan yang tepat. Dia berhasil membawa karakter Belle dengan elegan dan kecerdasan yang kuat. Sayangnya, kekuatan akting Emma Watson tidak sepenuhnya dieksplorasi dalam film ini. Karakter Belle terasa datar dan kurang mendalam, dan tidak memberikan ruang bagi Watson untuk benar-benar bersinar. Ini mungkin karena ketidakkonsistenan dalam pengembangan karakter yang disebabkan oleh skrip yang terlalu setia pada versi animasinya.
Salah satu kekurangan utama film ini terletak pada penyampaian musikalnya. Meskipun lagu-lagu klasik seperti “Beauty and the Beast” dan “Be Our Guest” tetap menggema, kebanyakan penampilan musik lainnya terasa kurang mengesankan. Beberapa vokal terdengar lemah dan kurang emosional, tidak mampu mencapai kekuatan dan daya tarik dari versi animasinya. Kehadiran aktor seperti Emma Thompson dan Ewan McGregor dalam peran masing-masing sebagai Mrs. Potts dan Lumiere memberikan kegembiraan, tetapi sayangnya, kemampuan menyanyi mereka tidak sepenuhnya tergali dengan baik.
Selain itu, naskah film ini terkadang terasa terlalu terjebak dalam perkembangan cerita yang sudah dikenal. Terlepas dari beberapa tambahan kecil, seperti latar belakang karakter Beast yang lebih diperjelas. Meskipun demikian, “Beauty and the Beast” berhasil menyajikan pengalaman visual yang mempesona. Set desain yang detail, kostum yang indah, dan tata artistik yang mengagumkan berhasil menciptakan dunia fantasi yang menghipnotis penonton. Efek visual yang disempurnakan dan teknologi CGI yang canggih memberikan kehidupan baru pada objek-objek hidup seperti cawan ajaib dan furnitur bernyanyi.
Secara keseluruhan, “Beauty and the Beast 2017” adalah sebuah adaptasi yang patut diapresiasi untuk upayanya dalam menghidupkan kembali kisah dongeng yang kita cintai. Terlepas dari kekurangan yang ada, tetap, film ini layak ditonton untuk keindahan visualnya dan penghormatan yang diberikannya pada kisah aslinya.
Penulis : Elliyah Fatmala
Editor: Tesalonika Marpaung