Foto: Canva
Rumah itu luas,
sunyi,
namun tetap berdiri megah.
Empat pilar menjulang, menopang langitnya
Pancasila,
Undang-undang,
NKRI,
dan Bhineka tunggal ika.
Mereka Tegak.
Mereka kokoh.
Sayang, lantainya perlahan retak,
dimakan waktu.
Dari celah-celah retakan,
tumbuh akar mencari cahaya.
Akar yang dulu ditanam oleh tangan-tangan jujur.
Pancasila,
tumbuh dari tanah keyakinan,
menjadi dasar pandangan.
Namun,
siapa yang menjejak jalannya?
Undang-undang,
lahir dari batu peraturan,
tertulis rapi,
terikat sumpah.
Sayang, tiap hurufnya perlahan terhapus
‘oleh sidik jari penguasa.
NKRI,
dibaluti merah putih,
gagah dari kejauhan.
Sayang, warnanya mulai pudar,
ditelan waktu yang enggan mengingat.
Bhineka Tunggal Ika,
penuh warna dan riuh oleh langkah yang beragam.
Sayang, itu dulu.
Kita berdiri di serambinya.
Menatap rumah itu.
Masih indah.
Masih megah.
Namun jika lantainya hancur,
bukankah pilar itu akan ikut tumbang?
Maka pahamilah pilar-pilar itu,
bukan untuk menghafal namanya,
tapi agar kita tahu,
apa yang sedang kita jaga:
rumah,
dan segalanya yang disebut indonesia.
Penulis: Audrisyah Putri Dwinanti
Editor: Firdaus A. Hakim