
Tangkapan layar publikasi Surat Keputusan: Pemberhentian M. Fariz Akendra, (mantan) Wakil Ketua BEM UNSRI 2024, pada laman instagram/@bemunsriofficial (27/10). Tangkapan layar diambil pada (1/11)
Indralaya, lpmlimas.com – Rektorat Universitas Sriwijaya (Unsri) menyatakan dalam aksi demonstrasi solidaritas mahasiswa pada Senin (28/10) bahwa, hingga saat aksi berlangsung belum ada laporan resmi dari korban terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi. Mereka juga menegaskan bahwa Surat Keputusan (SK) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tidak dapat mewakili korban.
“Siapa korbannya? Sampai detik ini, sampai hari ini tidak ada yang melapor secara resmi, korban satupun, baik ke PPKS maupun ke Universitas Sriwijaya,” ujar Radiyati Umi Partan, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Sriwijaya.
Radiyati menambahkan bahwa pihak rektorat memerlukan laporan dari korban untuk dapat melakukan investigasi. Pernyataan ini juga dipertegas oleh pihak kepolisian yang turut hadir pada aksi tersebut.
“Bagaimana saya akan menginvestigasi kesalahannya kalau tidak ada yang melapor? Kami akan menutupi inisial korban. Tapi bagaimana saya akan tahu, kami PPKS akan tahu, apa yang terjadi, misalnya seliweran dari medsos? Pak polisi, mana pak polisi. Bisa saya menginvestigasi tanpa tahu orangnya? Harus ada korban pelapor, polisi yang bilang bukan saya yang bilang,” lanjut Radiyati.
Arfan Abrar, dosen ASN Prodi Peternakan, menyayangkan sikap dan tanggapan Wakil Rektor (WR) III dalam menangani aksi mahasiswa.
“Nah, saya yang pertama bertepuk tangan pada saat WR III mau ngomong. Tapi, kemudian saya kecewa, kok responnya bukan antara seperti orang tua dengan anak? Tapi responnya lebih ke ya kalian lihat sendiri responnya, ‘Sampai hari ini kita belum ada pengaduan’ (ucap Radiyati),’’ ujar Arfan.
Radiyati juga menegaskan bahwa SK yang ditetapkan dan dikeluarkan oleh BEM pada tanggal 26 Oktober 2024 melalui laman instagram/@bemunsriofficial, tidak mewakili korban pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Sriwijaya baru-baru ini.
“Tidak ada mewakili korban di situ. BEM tidak mewakili korban, bagaimana menginvestigasi BEM, bukan korban. Dengerin yaaa tidak ada korban yang melapor sampe hari ini,” ujar Radiyati (28/10).

Lampiran Surat Pemberhentian Tidak Dengan Hormat dari BEM Universitas Sriwijaya tertanggal 26 Oktober 2024 ditujukan kepada M. Fariz Akendra, Wakil Ketua BEM, karena pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan jabatan. Surat ini ditandatangani oleh Ketua BEM Juan Aqshal dan PJ Satuan Pengawas Internal Khoirun Addin Ariansyah.
Arfan menyampaikan pandangannya mengenai SK BEM Unsri mengeluarkan Keputusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat terhadap terduga pelaku, M. Fariz Akendra, Wakil Ketua BEM Unsri 2024. Menurutnya, BEM tingkat Universitas adalah organisasi yang memiliki legalitas dan diakui oleh negara secara hukum .
“Makanya saya bilang BEM-U itu adalah organisasi yang punya asas legalitas se-nasional, lho. Itu kementerian yang keluarkan keberadaan BEM-U itu dan mereka itu SK-nya, SK Rektor,” jelas Arfan (30/10).
Ia juga menambahkan, surat yang sudah ditandatangani oleh Ketua BEM, memiliki nomor surat di dalamnya serta telah disebarkan ke media sosial, memiliki dasar hukum yang dapat merujuk pada Undang-Undang ITE.
“Tidak mungkin dia mengeluarkan surat ditandatangani ketuanya? Ada nomornya tersebar di media sosial. Dan ngomong-ngomong soal media sosial, kita bicara undang-undang ITE bisa dijadikan dasar hukum,” ucap Arfan.
Arfan menekankan bahwa surat pemecatan yang dikeluarkan oleh BEM Unsri harus didasari bukti kuat dan pihak BEM harus bertanggung jawab atas hal yang dinyatakan dalam SK tersebut.
“Soal pemecatan itu, masa mecat temen sendiri gara-gara isu? Harus ada evidence. Harus ada bukti keras. Kamu nggak bisa seperti itu. Dan saya sebagai pembina kemahasiswaan berhak menegur kamu. Ini nggak bener nih kamu,” tambah Arfan.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada keterangan lanjut dari Juan Aqshal, Ketua BEM-Unsri kepada Tim LPM Limas. Sejak Sabtu (26/10), Tim LPM Limas sudah mencoba menghubungi Juan sebanyak empat kali, tetapi hingga kini yang bersangkutan belum dapat ditemui untuk diminta tanggapan terkait kasus ini.
Reporter: Gloria Junita, M. Kahfi, Vina Alfina Dziro, Lika Aulia Adelita, Muhammad R. Faruq
Penulis: Gloria Junita
Editor: Firdaus A. Hakim