
Muhammad Angga Prawijaya saat menjemur ikan asin di Kampung Siabang, Lorong Kramat, Kelurahan 5 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang pada (04/03). LPM Limas/Nopriansyah
SETELAH tertunda musabab musim hujan yang melanda beberapa hari terakhir, kami akhirnya dapat meneruskan laju langkah menilik Sentra Ikan Asin Palembang atau lebih dikenal Kampung Siabang. Kampung ini beralamat di Jalan KH. Azhari, Lorong Kramat, Kelurahan 5 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang. Cukup pelik rute yang kami tempuh untuk sampai ke sana, musabab jalan sempit – tak sampai dua meter lebarnya – nan jalan berkeloklah yang menyapa kami, lengah sedikit pun tak ayal sepeda motor yang kami kendarai akan luruh dibuatnya.
Di tengah mendung yang bisa saja runtuh kapan pun, kami diantar oleh salah seorang ibu beserta anaknya dengan arah pulang bersamaan ke tujuan yang hendak kami capai. Sepuluh menit lebih kurang kami dituntun oleh sang puan, sampailah kami di kelokan terakhir. Dari kejauhan telah tampak jejeran empang – tempat menjemur ikan asin – yang tersenyum ramah menyapa, menyambut kedatangan kami. Tepat di alamat RT. 05, RW. 02, langkah kami tiba.
Di tempat, kami dihampiri oleh seorang pria paruh baya. Saat menceritakan tujuan kedatangan kami, ia kemudian memanggil seorang lelaki yang tampak lebih muda darinya – putranya – guna menjumpai kami. Muhammad Angga Prawijaya (35) atau akrab disapa Angga inilah yang nantinya akan mendampingi kami menyelusuri Sentra Ikan Asin Palembang.
Angga merupakan salah satu pelaku usaha ikan asin di sana, meneruskan peran ayahnya menggeluti usaha yang telah berdiri sedari tahun 2010 silam. Sebelum sebutan Sentra Ikan Asin Palembang (Siabang) lahir, usaha yang dilakukan masyarakat di wilayah ini ialah sebagai pedagang yang berjualan di Benteng Kuto Besak ataupun pasar.
Awalnya masyarakat di sini menggeluti usaha ikan asap, namun karena kayu bakar yang kian hari susah didapatkan, tercetuslah ide untuk mencoba beralih ke usaha ikan asin ini. Angga menuturkan bahwa diketahuinya ada 15 pelaku usaha ikan asin yang tersebar di 5 sampai 6 RT, Kampung Siabang.
“Awalnyo kan kemaren tuh, kito tuh ikan asep bikinnyo, kareno susah cari kayu bakar, jadi kito cubo-cubo ikan asin – (Awalnya kemarin, kita bikinnya ikan asap, karena susah cari kayu bakar, jadi kita coba beralih ke ikan asin),” ungkap Angga ketika dibincangi oleh Limas, Sabtu Siang (04/03/2023).
Proses Produksi Masih Tradisional
Dikelola oleh anggota keluarga menyebabkan tenaga kerja yang tergabung dalam usaha ini pun berasal dari keluarga sendiri. Namun, pada tahap menyiang atau penyiangan – membersihkan ikan – turut andil beberapa tetangga yang diupah per kilonya dan langsung dibayar per hari itu jua. Lazimnya jumlah ikan yang datang sebanyak 1 ton. Waktu kedatangannya pun tak menentu, bisa saja malam ataupun pagi hari.
Apabila ikan datang saat malam hari, maka ikan disimpan terlebih dahulu ke dalam kotak fiber berisi es batu. Sementara itu, ikan akan langsung diolah jika kedatangannya diterima pada pagi hari. Ikan sendiri berasal dari daerah Sungsang, Sungai Sembilang, bahkan Bangka (untuk jenis ikan bulu ayam). Saat kedatangan kami, kebetulan hanya terdapat dua jenis ikan yang sedang diolah dan dijemur, yakni bulu ayam dan kepala batu.
“Iyo kalu hari ini lagi duo macem, kemaren-kemaren ado, sampe ado bilis, ado lidah pare. Tergantung dari yang bawa jugo, yang dari laut kan, dari ketek-ketek – (Iya kalau hari ini lagi dua macam, kemarin ada, sampai ada ikan bilis dan lidah pare, tergantung dari kapal yang bawa juga),” ungkap Angga.
Perihal proses pengolahan pun masih secara tradisional, untuk jenis ikan bulu ayam sendiri akan dilangsungkan proses penggaraman, kemudian dimasukkan ke dalam drum untuk diendapkan selama satu malam. Setelahnya beralih ke tahap penjemuran yang memakan waktu sedari subuh sampai sekitar pukul 2 siang. Selepas ikan kering, barulah dikemas menggunakan kemasan yang terbuat dari kardus bekas produk makanan dan minuman. Sedangkan, untuk jenis ikan kepala batu, proses pengolahannya kurang lebih sama, namun terlebih dahulu harus melewati tahap penyiangan sebelum dilumuri garam.
Ihwal harga, Angga menyebutkan terdapat perbedaan di setiap jenis ikan asin, hal ini buntut modal pembelian yang juga berbeda untuk tiap jenis ikannya. “Kalo ikan bulu ayam kan 40 (ribu) sampe kadang-kadang 45 (ribu) per kilo kalo keringnyo. Kalo basahnyo, hargo basahnyo sekitar 18 (ribu) sampe 20 (ribu), kalo ikan kepala batu untuk sekarang harganya hampir 10 (ribu) untuk yang basah, kalo yang keringnyo 30 (ribu) sampe 35 (ribu) – (Kalau ikan asin bulu ayam kering harganya kisaran 40-45 ribu per kilo, kalau basahnya 18-20 ribu per kilo. Untuk ikan asin kepala batu basah hampir 10 ribu sedangkan kering 30-35 ribu per kilo),” tuturnya.
Ia pun harus mengeluarkan modal untuk upah penyiangan kisaran 200-300 ribu per satu pikul ikan. Untuk garam sendiri, dirinya tak menyiapkan stok, namun baru akan membeli garam sesuai stok ikan yang tiba. Biasanya dibutuhkan kurang lebih 25 kilo garam per satu pikul ikan. Besaran harga garam yakni sekitar 250-280 ribu per karung (50 kg). Sementara itu, sistem pembayaran ikan kepada penyetor ikan dilakukan setelah ikan asin terjual.
“Kalo omset beda-beda sih itu, idak tentu lah, iyo tergantung banyak ikannyo. Kalo untuk bersih kadang-kadang sebulan tuh sampai 500 (ribu), untuk makan sehari-hari biso, kalau untuk lebih mungkin dak biso, 500-1 juta lah – (Kalau omset berbeda-beda, tidak menentu tergantung banyaknya ikan. Kalau bersih terkadang 500 ribu dalam sebulan, bisa untuk makan sehari-hari, kalau untuk lebih tidak bisa, 500-1 juta lah kira-kira),” jelas Angga.
Pengiriman Secara Mandiri
Pembeli ikan ada yang mengambil langsung ke Kampung Siabang atau ikan akan langsung dikirimkan ke agen-agen yang telah menjadi langganan. Angga sendiri lebih sering mengirimkan ke daerah 10 Ulu untuk pendistribusian ikan asin, namun pelaku-pelaku usaha ikan asin liyan di kampung Siabang juga ada yang mendistribusikan ke daerah Jakabaring, Lemabang, dan bahkan ke luar daerah seperti Lahat.
“Online ado jugo tapi agak susah itu, langsung kan biaso ambek banyak, online paling-paling sekilo-duo kilo, besak biaya ongkos – (Online ada juga, tapi agak susah, kalau langsung kan biasa pembeli mengambil banyak, untuk online ini hanya sekitar 1-2 kilo, lebih besar biaya ongkos),” ungkapnya.
Pengiriman ikan asin dilakukan memakai kendaraan pribadi masyarakat pelaku usaha ikan asin sendiri, seperti motor atau juga menggunakan bentor (becak motor). Angga beranggapan transportasi tak menjadi suatu kendala dalam proses pengiriman ikan asin ini.
Tantangan Selalu Mengiringi Proses Produksi
Tantangan utama dalam menggeluti usaha ikan asin ini, tak lain dan tak bukan ialah cuaca. Ketika cuaca sedang tak mendukung, proses penjemuran bisa berlangsung selama seharian (sampai sore). Apabila hujan tak kunjung reda, maka penjemuran dilanjutkan esok harinya. Bahkan memakan waktu selama 3-7 hari jika hujan mengguyur tak berkesudahan. Cuaca juga memengaruhi pemasokan ikan yang semulanya diterima setiap hari justru harus menunggu satu minggu sekali, atau bahkan satu bulan lamanya.
Produksi ikan asin akan mandek selama stok ikan belum diterima. Kendala lainnya, kerap kali kualitas ikan tak sesuai keinginan bahkan sampai busuk. Mengatasi hal ini, ikan yang masih cukup layak akan dilakukan penggaraman guna menghasilkan produk berupa pelet (pakan ikan). Ikan akan dibuang jika dirasa tak bisa lagi dimanfaatkan. Tantangan jua datang dari harga pasar yang kerap kali naik turun. Terkadang modal yang dikeluarkan lebih tinggi daripada harga jual di pasaran.
Beralih ke masalah limbah dari ikan, Angga mengatakan tak menjadi suatu hal yang serius, karena limbah hasil penyiangan ikan digunakan untuk pakan ternak ikan warga. “Ado limbah untuk ikan tadi kan, kepala batu, tapi ado jugo dari warga, ado orang kampung luarlah ngambil sini untuk pakan ikan, ikan lele, macem-macem lah untuk ikan peliharaannyo, jadi pas ado limbahnya kito telepon, ambil untuk pakan ikannyo – (Ada limbahnya untuk ikan kepala batu tadi, tapi ada warga dari luar desa ke sini mengambil limbah tersebut untuk pakan ikan peliharaannya, jadi pas ada limbahnya, kita telepon biar diambil sendiri),” pungkasnya.
Turut Andil Pemerintah dan Harapan ke Depan
Ada beberapa bantuan yang didapatkan pelaku usaha ikan asin ini yaitu berupa bantuan-bantuan kecil seperti pisau untuk penyiangan ikan, atau topi guna melindungi mereka dari terik matahari ketika menjemur ikan asin. Menurut info dari Angga, sekitar sebulan yang lalu sempat adanya kunjungan dari Wakil Walikota Palembang. Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan Lurah pun Camat setempat sering menilik kondisi sentra ikan asin. Ihwal pemasaran diakuinya turut dibantu oleh RT, Lurah, dan Camat setempat.
Angga mengharapkan agar harga ikan asin dapat lebih stabil atau bisa lebih tinggi lagi. Selain itu, ke depannya ikan asin ini dapat dipasarkan bukan hanya sebatas di daerah saja tetapi di luar daerah juga, atau bahkan ke luar negeri. Ia juga menaruh harap terkait derma yang datang dari pemerintah setempat berupa waring dan juga bambu, mengingat bahan-bahan tersebut merupakan pondasi untuk menciptakan empang yang lebih kokoh pun layak.
Reporter: Nopriansyah, Taufik Hidayat, Hengky Roynaldo
Penulis: Nopriansyah
Editor: Randy William
Foto Cerita

.