Petani bekerja di sawah di Jawa Barat, Indonesia, saat musim tanam. Foto: Andreas Suwardy / Pexels.com (21 April 2016)
lpmlimas.com – Letak geografis Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna serta kekayaan laut yang melimpah. Keberagaman inilah yang membuat Indonesia memiliki sematan nama sebagai negara agraris dan negara maritim. Indonesia juga menerima penghargaan Agricola Medal dari Direktur Food and Agriculture Organization (FAO) dalam sektor pertanian (Humas, 2024).
Namun, di balik pencapaian tersebut, Indonesia menghadapi krisis penurunan jumlah petani dan nelayan secara signifikan. bahkan diperkirakan sekitar satu juta petani dan nelayan akan beralih profesi pada tahun 2030 akibat perubahan iklim (Rosalina et al., 2023).
Dalam Laporan Sensus Pertanian beberapa tahun lalu, BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat komposisi usia petani Indonesia. Dari total 26.135.469 petani, kelompok usia 45–54 tahun merupakan yang terbanyak (7.325.544 orang), disusul usia 35–44 tahun (6.885.100 orang). Kelompok usia 55–64 tahun berjumlah 5.229.903 orang, sedangkan usia di atas 65 tahun mencapai 3.332.038 orang. Sebaliknya, jumlah petani muda jauh lebih sedikit. Usia 25–35 tahun hanya mencakup 3.129.644 orang, usia 15–24 tahun sebanyak 229.643 orang, dan usia di bawah 15 tahun hanya 3.297 orang (Youngfarmers, 2024).
Sedangkan itu, data BPS tahun 2017, menunjukkan terdapat 2.164.969 nelayan di Indonesia, dengan mayoritas berada pada kelompok usia 30–49 tahun dengan persentase sebanyak 62,20%, dan tingkat terkecil sebanyak 0,56% di kelompok usia 10–9 tahun. Ironisnya, sebanyak 8,30% nelayan yang masih aktif berusia diatas 60 tahun (Wijaya & Fauzie, 2020).
Data tersebut menunjukkan kondisi yang ironis apabila dikaitkan dengan dengan jumlah nelayan berdasar aktivitas. Sebanyak 55,93% merupakan nelayan penuh waktu, 31,20% nelayan sambilan utama, dan 12,87% nelayan sambilan tambahan. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan di Indonesia pada kelompok usia 30–49 dan 60 tahun ke atas sepenuhnya bergantung pada pekerjaan mereka sebagai nelayan (Youngfarmers, 2024).
Penurunan signifikan ini menjadi perhatian serius di tengah krisis regenerasi petani dan nelayan. Krisis ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk aspek ekonomi dan sosial, tantangan struktural, serta regulasi kebijakan pemerintah. Dalam faktor ekonomi dan sosial, profesi petani dan nelayan kerap dipandang rendah dan dianggap tidak memberikan jaminan hidup yang aman untuk masa depan. Banyak kelompok remaja enggan menjadi petani karena menganggap hasil pekerjaan tersebut tidak sepadan dengan waktu serta tenaga yang dikeluarkan.
Catatan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa 72,19% petani Indonesia merupakan petani skala kecil, dengan rata-rata pendapatan bersih sebesar Rp5,23 juta/tahun (Humaspks, 2023). Sedangkan, pendapatan nelayan tradisional dari hasil tangkapan total penerimaan nelayan tradisional di daerah penelitian, rata-rata penerimaan nelayan tradisional adalah Rp. 4,6 juta/tahun (Nasution et al., 2023).
Tantangan struktural juga turut memperparah krisis regenerasi. Salah satunya adalah dampak perubahan iklim global, yang menyebabkan ketidakpastian cuaca, kondisi ekstrim, kenaikan suhu permukaan laut, serta perubahan arah angin. Hal ini menyulitkan aktivitas melaut. Di sisi lain, kenaikan harga bahan bakar turut menghambat nelayan untuk melaut (Farel, 2025). Dalam sektor pertanian, maraknya alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan perumahan turut menurunkan minat generasi muda untuk bertani. Akibatnya, luas lahan pertanian terus menyusut dari tahun ke tahun.
Dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang pesat, lahan produktif kian banyak dialihfungsikan menjadi lahan pembangunan. Setiap tahunnya hingga 2023, lahan pertanian di Indonesia menyusut sekitar 50.000 hektare. Kondisi ini berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional (Tamyiz, 2024). Di sisi lain, banyak petani dan nelayan muda enggan melanjutkan profesi karena kesulitan harus belajar secara mandiri memahami proses bertani dan melaut tahap demi tahap yang tak mudah (Shafaruddin, 2020).

Nelayan di Jawa Timur memindahkan hasil tangkapan ikan ke dalam wadah. Aktivitas ini menunjukkan rutinitas nelayan tradisional yang masih bertahan di tengah tantangan modernisasi sektor perikanan. Foto: Setengah Lima Sore/Pexel.com (19 Juli 2019)
Sementara jumlah nelayan terus menurun tanpa diimbangi regenerasi yang memadai, produksi perikanan turut menghadapi ancaman. Kelangkaan sumber daya manusia di sektor ini dapat mengganggu ketersediaan ikan dan produk laut sebagai salah satu sumber protein utama masyarakat. Ketergantungan pada pasar ekspor yang tidak stabil juga berisiko melemahkan ekonomi nasional dan memperburuk ketahanan pangan. Selain itu, Indonesia terancam kehilangan warisan budaya maritim yang telah menjadi bagian penting dari identitas bangsa.
Selain itu, penurunan jumlah petani muda akan berdampak langsung terhadap menurunnya jumlah petani aktif dalam memproduksi bahan pangan. Kurangnya tenaga terampil dan berpengalaman juga dapat mengakibatkan penurunan produksi secara keseluruhan, yang pada akhirnya mengganggu ketersediaan pangan dan mendorong kenaikan harga, terutama jika permintaan tetap tinggi.
Krisis regenerasi petani juga berpotensi menurunkan kualitas pangan yang dihasilkan karena pasokan pangan dapat menjadi tidak stabil, terutama untuk jenis pangan tertentu. Di sisi lain, minimnya pengetahuan mengenai praktik pertanian berkelanjutan dapat memicu penggunaan pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan. Kurangnya pemahaman terhadap teknologi pertanian modern juga berisiko menyebabkan penerapan teknik yang tidak tepat, sehingga berdampak pada mutu pangan yang dihasilkan (Anggraini, 2023).
Mengingat besarnya dampak krisis regenerasi petani dan nelayan, diperlukan langkah penanggulangan agar krisis tersebut tidak terus berlanjut. Diperlukan kolaborasi antar-stakeholder, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk menjadi kunci mendorong modernisasi di kedua bidang profesi tersebut. Program pemberdayaan, pendidikan serta pelatihan kepada para petani dan nelayan perlu ditingkatkan agar generasi muda mampu beradaptasi dengan tantangan zaman. Berbagai inovasi berkelanjutan juga harus dikembangakn sebagai solusi atas berbagai penyebab krisis ini.
Penulis: Ristina Amelia
Editor: Firdaus A. Hakim
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, N. (2023). Dampak Krisis Regenerasi Petani terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia. Kompasiana.Com. https://www.kompasiana.com/nabilahanggraini0182/6466af9d5479c332912be542/dampak-krisis-regenerasi-petani-terhadap-ketahanan-pangan-di-indonesia
Farel, M. (2025). Krisis Regenerasi Nelayan diperparah Perang Dagang dan Rendahnya Penghasilan. Kompas.Com. https://www.kompasiana.com/muhammadfarel9404/6831c05fc925c447af5fcb44/krisis-regenerasi-nelayan-diperparah-perang-dagang-dan-rendahnya-penghasilan
Humas. (2024). Indonesia Raih Penghargaan Tertinggi FAO, Bukti Ketahanan dan Kemandirian Pangan. Setkab.Go.Id. https://www.kompas.id/baca/investigasi/2023/11/30/sekitar-1-juta-petani-dan-nelayan-berkurang-di-2030
Humaspks. (2023). Penghasilan Petani Hanya Rp14.527/Hari, Rp435.833/Bulan, PKS: Apa Prestasi Jokowi untuk Petani? Pks.Id. https://pks.id/content/penghasilan-petani-hanya-rp14527hari-rp435833bulan-pks-apa-prestasi-jokowi-untuk-petani
Nasution, P. S. U., Sihombing, L., & Hasyim, H. (2023). Analisis Pendapatan Nelayan Tradisional Dibandingkan dengan Upah Minimum Regional di Kecamatan Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat 432. Journal of Agriculture and Socioeconomics, 3(1), 1–14. https://www.neliti.com/publications/15183/analisis-pendapatan-nelayan-tradisional-dibandingkan-dengan-upah-minimum-regiona
Rosalina, M. P., Mewangi, M., & Judith, M. P. (2023). Sekitar 1 Juta Petani dan Nelayan Berkurang di 2030. Kompas.Id. https://www.kompas.id/baca/investigasi/2023/11/30/sekitar-1-juta-petani-dan-nelayan-berkurang-di-2030
Shafaruddin, A. (2020). Hilangnya ketertarikan remaja akan profesi petani dalam tinjauan teori perubahan Sosial Emile Durkheim di Desa Jolotundo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto. Doctoral Dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya, 117, 27–32.
Tamyiz, A. (2024). Tantangan Utama Sektor Pertanian Indonesia: Alih Fungsi Lahan hingga Kurangnya Regenerasi Petani. Mediaindonesia.Com. https://mediaindonesia.com/ekonomi/703573/tantangan-utama-sektor-pertanian-indonesia-alih-fungsi-lahan-hingga-kurangnya-regenerasi-petani
Wijaya, A. B., & Fauzie, A. (2020). Pemaknaan Hidup Nelayan (Analisis Makro dan Mikro pada Kemiskinan Nelayan). Indonesian Psychological Research, 2(2), 96–108. https://doi.org/10.29080/ipr.v2i2.259
Youngfarmers. (2024). Krisis Regenerasi Petani Muda di Indonesia Saat Ini. Yayasan Agri Sustineri Indonesia. https://agrisustineri.org/cisfi-socialization-on-second-season-wet-season-and-introduction-to-pesticide-application-via-drones-in-karawang/