
Ratusan mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) melakukan aksi demo di depan gedung rektorat Unsri pada Senin, (28/10). Dokumentasi/ Zaldi
Indralaya, lpmlimas.com – Ratusan mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) melakukan aksi demo di depan gedung rektorat Unsri pada Senin, (28/10). Mahasiswa menyuarakan tuntutan terkait tindakan pelecehan seksual yang telah terjadi di lingkungan kampus. Gerakan mahasiswa ini dipelopori oleh GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) Komisariat Sriwijaya karena telah resah dengan isu-isu yang ada. Aksi ini menyerukan agar kasus ini tidak hanya viral saja, tetapi juga harus diikuti sikap tegas oleh pihak rektorat.
“Kami resah dengan isu-isu sosial yang ada dan isu-isu sosial sebelumnya juga sih karena cuma mentok-mentok viral di sosmed. Jadi, kaya mahasiswa cuma fomo-fomo aja, ngepost-ngepost, ngata-ngatain, tapi gak ada tindakannya, gak ada penyelesaiannya, gak ada tuntutannya ke pihak BEM maupun ke pihak rektorat gitu,” ujar Samuel Aritonang selaku Ketua GMNI Komisariat Sriwijaya.
Para mahasiswa membawa spanduk bertuliskan “Tangkap Pelaku Kejahatan Seksual” sebagai bentuk mahasiswa mengekspresikan keresahan akan kasus pelecehan yang terjadi. Dalam aksi ini, mahasiswa menuntut beberapa hal krusial, antara lain :
- Menuntut pihak rektorat untuk mengeluarkan surat keterangan pembekuan BEM Universitas Sriwijaya sampai terduga pelaku pelecehan seksual yakni wakil ketua BEM Unsri dikeluarkan dari Universitas Sriwijaya.
- Mendesak pihak Unsri untuk mengaktifkan kembali Satgas PPKS melalui Aliansi Mahasiswa Merdeka.
- Menuntut pihak rektorat untuk mengambil sikap tegas mengusut dan terus mengawal terkait kasus pelecehan seksual ini sampai dengan keadaan keresahan terjadi selesai.

Dokumen point tuntutan yang ditandatangani oleh Komisariat Hukum, Komisariat Sriwijaya, Perwakilan Mahasiswa serta Komisariat FKIP Unsri dari GMNI Komisariat Sriwijaya pada aksi unjuk rasa solidaritas di depan Gedung Rektorat Unsri Kampus Indralaya, Senin (28/10). Dokumentasi/Rivan Situmorang.
Selain tiga poin tuntutan tersebut, mahasiswa turut menandatangani petisi Tolak Percaya BEM U dan Mendesak Rektorat. Penandatanganan dilakukan pada hari yang sama (28/10), yakni setelah adanya mimbar aksi dan sebelum menuntut tiga poin utama kepada pihak rektorat.
“Makanya timbul petisi tadi Tolak Percaya BEM U dan Mendesak Rektorat untuk melakukan tindakan pasti. Jadi, kami udah ga percaya sama BEM U sama orang-orang yang kalian pilih itu, ngapain kami ikuti mereka lagi, ngapain kami tunggu aksi mereka lagi. Harusnya mereka kan, yang garda terdepan,” ujar Samuel.

Mahasiswa dalam aksi demo menandatangani petisi “Tolak Percaya BEM U dan Mendesak Rektorat” Dokumentasi/Alqa
Menurut Samuel peran agent of social harus ada dalam diri mahasiswa dalam kepekaan akan isu yang beredar di sekitar kampus.
“Sebagai mahasiswa yang tentunya kita juga agent of social control gitu kan, harus peka dong kita terhadap isu-isu yang beredar di sekitar kita, terutama di kampus kita,” tambahnya.
Aksi yang digelar di depan kampus Unsri ini diikuti oleh berbagai aliansi mahasiswa dan mendapat dukungan dari kalangan dosen. Arfan Abrar, dosen ASN Prodi Peternakan, yang ikut tergabung dalam aksi tersebut mengatakan bahwa yang dilakukannya merupakan bentuk respon terhadap aksi demo.
“Kalau saya kan sebenarnya apa yang terjadi kemarin itu saya merespon. Tapi berita seolah-olah saya yang memimpin demo. Padahal kejadiannya bukan gitu ya,” ujar Arfan.
Arfan menyatakan bahwa semua dosen telah dibekali dengan diklat mengenai pelecehan seksual sehingga dirinya ikut mengawal kasus tersebut.
“Itu respon. Respon dari apa yang ditampilkan oleh orang-orang yang di depan (aksi demo di depan rektorat Unsri). Bukan soal vokal atau nggak. Jadi saya udah cerita latar belakang saya bahwa kita semua dosen pernah memahami dan mempelajari itu. Ya, apa saja masuk dalam kategori pelecehan, saya mengawal aja,” tambah Arfan.
Senada dengan Samuel, Arpan juga menyatakan bahwa mahasiswa memiliki kekuatan moral bukan law enforcement.
“Itu kan kita menyadari bahwa mahasiswa itu kekuatannya di moral, bukan law enforcement, law enforcement ada penegak hukum ada satgasnya,” ujar Arfan.
Samuel mengatakan bahwa belum ada kepuasan sampai poin tuntutan ditandatangani dan jalan akhir yang dilakukan rektorat.
“Ketika poin tuntutan ini belum mereka tandatangani, belum mereka aminkan, ataupun tidak ada jalan tengah atau jalan akhir yang pasti oleh pihak rektorat, wah belum puas, sampai itu belum terjadi belum puas,” ucap Samuel.
Reporter: Gloria Junita, M. Kahfi, Vina Alfina Dziro, Lika Aulia Adelita, Muhammad R. Faruq
Penulis: Vina Alfina Dziro, Hildha Shazhani Rachma Ali, Gloria Junita
Editor: Firdaus A. Hakim